Selasa, 29 Maret 2011

Follow Your Passion, Bunda

Dalam buku berjudul Your Job is not Your Career, career coach, Rene Suhardono Canoneo, mengemukakan hipotesa menarik. Supaya Bunda bisa bahagia dengan pekerjaan Bunda, maka Bunda perlu mengejar impian, keinginan dan passion Bunda. Bekerja di bidang yang paling Bunda senangi, sekaligus bisa mendapat uang banyak dari situ, memang kedengarannya sangat menyenangkan, bukan?
TERGANTUNG PIKIRAN
Banyak orang yang mengatakan tidak menyukai pekerjaannya. Banyak pula yang merasa tersiksa dengan tuntutan target, dan selalu terserang mulas menjelang deadline. Sepertinya, kebahagiaan hidup terenggut habis oleh pekerjaan.


Seperti Mella (32) yang bekerja sebagai investment relations di sebuah perusahaan pertambangan. “Saya benci dengan pekerjaan saya. Tapi, pekerjaan ini memberi saya gaji besar. Sebagai orang tua tunggal yang harus menghidupi dua anak, jika saya harus mengejar passion saya, yakni traveling, bagaimana saya bisa menutup biaya kebutuhan hidup sehari-hari?”
Berhati-hati dengan apa yang dipikirkan. “Kalau Bunda merasa tak punya pilihan, Bunda benar. Pun kalau merasa tidak bisa hidup jika berhenti bekerja, Bunda juga benar”.


Mana yang harus dipilih? “Kembali ke diri Bunda sendiri. Tepatnya, apa yang Bunda pikirkan.”. Hal pertama yang harus dibenahi adalah bagaimana Bunda memandang apa yang ada di depan Bunda. “Kalau Bunda melihat semuanya sebagai prahara, maka praharalah yang terjadi. Kalau Bunda melihat segala sesuatunya sebagai peluang, maka peluanglah yang terjadi,”.


“Tidak ada orang lain selain Bunda sendiri yang bisa membantu. Kalau waktu Bunda habis untuk pekerjaan, tapi Bunda tidak bahagia, kenapa mau terus melakukannya? Kalau Bunda memilih bertahan dengan alasan tertentu, uang misalnya, silakan, tapi jangan komplain,” paparnya.


Hal lain yang juga menjadi pemahaman umum adalah pernyataan ‘Saya tak bisa mendapatkan uang dari passion saya’. Pernyataan yang pesimistis itu harus diubah menjadi, ‘Bagaimana caranya agar saya bisa mendapatkan uang dari passion saya?’ “Energi sebaiknya bukan untuk membuktikan bahwa passion Bunda bisa menghasilkan uang atau tidak. Tapi energi difokuskan untuk memikirkan, ‘Bagaimana caranya Bunda bisa bertemu orang, mengembangkan satu strategi supaya passion Bunda bisa menghasilkan uang’.


Ciri orang yang bekerja dengan passion, mereka menikmati pekerjaannya, meskipun untuk itu ia harus bekerja dengan jam kerja yang panjang ataupun di bawah tekanan deadline ketat. Mereka tidak pernah menganggap pekerjaan sebagai pengorbanan. Bagi mereka, uang, penghasilan dan materi bukanlah prioritas yang dicari.


Ciri berikutnya, ia memiliki tujuan. “Tujuan di sini bukan punya mobil mewah atau rumah besar, tapi segala hal dalam hidup yang benar-benar penting buat Bunda, yang bisa membedakan ada dan tidak adanya Bunda”.


SEKEDAR LUXURY TALK?
Bicara soal passion, banyak pertanyaan yang mengemuka, bagaimana caranya menemukan passion? Bisakah membawa passion dalam pekerjaan kita sekarang? Apakah harus keluar dari job sekarang untuk mengejar passion?


Masalahnya, banyak orang yang ketika ditanya passion-nya, mereka tak tahu jawabannya. Passion tidak sama dengan hobi. Passion juga tidak ada hubungannya dengan kebiasaan ataupun keahlian. Passion adalah bidang yang paling Bunda nikmati saat mengerjakannya. Aktivitas yang ingin selalu Bunda lakukan, meskipun Bunda tidak dibayar untuk melakukannya.


Sebagian orang mengomentari, diskusi passion tidak lebih dari luxury talk. Misalnya, “Saya sudah menganggur dua tahun. Posisi di perusahaan yang saya impikan tak kunjung bisa saya raih. Saya ingin realistis saja, begitu ada perusahaan yang mau menerima saya, untuk posisi apa pun itu, saya akan menerimanya”.


So, “Jalani saja apa yang perlu dikerjakan untuk survive. Namun, janganlah pernah berhenti mencari dan menemukan passion Bunda”.


PETA RENCANA
Salah satu poin menarik tentang passion yakni, passion adalah tentang self discoveries. Menemukan passion memang bukan hal yang instan dan mendatangkan manfaat ekonomis secara instan pula. Ada proses yang harus dijalani. Proses itu bisa cepat, bisa pula sangat lama.


Lalu apa yang perlu dilakukan? Pertama-tama, temukan terlebih dulu passion Bunda.
• Bersikaplah jujur pada diri sendiri, miliki keyakinan dan kenali keunikan diri Bunda.
• Berikan waktu luang untuk tekuni hobi.
• Perluas wawasan. Bertemu dan berdiskusi dengan orang-orang yang mungkin bisa membantu, membaca buku, mempelajari bahasa asing, mencoba hal baru.
• Keluar dari comfort zone. Memiliki perasaan nyaman memang wajib. Tapi comfort zone bisa menjadi ‘terlarang’ jika dipahami sebagai sebuah mental block. “Jika Bunda merasa sudah puas, sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan, tidak ada kegairahan lagi, tidak merasa perlu belajar apa-apa lagi, tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Bunda harus menanyakan pada diri Bunda sendiri, ada yang salah?”


Jika sudah tahu passion Bunda, langkah kedua adalah membuat peta rencana ke depan. Buatlah target jangka panjang dan jangka pendek. Jika pekerjaan yang sekarang Bunda anggap bisa menjadi batu loncatan untuk mencapai impian Bunda, tetaplah tekuni sambil menyiapkan strategi ke depan.


Ketiga, bersikaplah positif dan tidak gampang menyerah. “jangan pernah membatasi diri. Apalagi karena kritik orang lain, lantas membuat Bunda mundur. Instrumen terbaik yang bisa mengkaji manusia -apakah itu assessment, tes akademik atau tes IQ- hanya punya andil 5 persen  dari totalitas kita. Masa kita mau mendasarkan pilihan hidup kita pada yang 5 persen itu?”. Anggaplah hasil tes semacam itu sebagai feedback.


Misalnya, passion Bunda adalah menulis dan Bunda ingin mengejarnya, jangan mudah menyerah bila artikel Bunda selalu ditolak oleh berbagai media massa. Daripada terus menangisi kemalangan diri, mending berpikir begini “Nggak apa-apa, deh, orang lain bilang saya tidak bisa menulis. Memang penulis lain selalu lebih banyak. Toh, saya tidak harus meyakinkan orang lain. Saya hanya perlu meyakinkan diri sendiri bahwa bila saya terus melakukannya, bisa jadi setahun lagi karya saya akan lebih baik,”.


Einstein yang disebut-sebut jenius bahkan perlu waktu 25 tahun sampai teori relativitasnya bisa diterima. “Kalau kritik membuat Bunda ‘mati’, ya sudah, tidak perlu melakukan apa-apa. Karena, dengan demikian tidak akan ada yang mengkritik Bunda. Tapi, toh, Bunda tidak akan pernah bisa membuktikan apa pun.


Keempat, tak perlu takut membuat kesalahan. Banyak permasalahan taktis yang harus dijawab dalam proses memenuhi panggilan hati. Namun risiko tidak melakukannya juga ada. “Hanya dengan passion, Bunda akan mencapai potensi optimal diri Bunda. Passion juga dapat membuka pintu menuju hidup yang lebih menyenangkan, tidak sekadar diwarnai kepentingan ekonomis,”.


Kelima, aturan 70:20:10. Inilah ‘resep’ yang kerap disampaikan oleh praktisi kreatif, Yoris Sebastian, bagi mereka yang ingin berwirausaha sesuai passion-nya, tapi belum berani meninggalkan pekerjaan tetapnya begitu saja. Konsep yang dipaparkan Yoris ini memang lebih realistis. Mulaikan dengan membagi ‘diri’ Bunda dengan 70:20:10 itu.


Maksudnya, “Sebanyak 70 persen untuk pekerjaan tetap yang memberikan penghasilan bulanan (meskipun mungkin pekerjaan itu tidak terlalu membanggakan atau menyenangkan bagi Bunda). Karena, Bunda tidak mau kan dapur berhenti mengepul?. Yang 20 persen, kerjakan sesuatu hal yang membuat Bunda bangga, tapi kegiatan itu sedikit menghasilkan uang. Sedangkan 10 persen, kerjakan sesuatu yang monumental -bisa menghasilkan uang ataupun tidak- namun membuat Bunda bahagia,”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar